01.51
Cita-citaku Setinggi Tanah
Jakarta (ANTARA
News) - Setiap orang tentu memiliki cita-cita. Hal ini juga yang selalu
ditanyakan oleh guru di sekolah kepada muridnya, atau oleh orang tua
kepada anaknya. Semakin tinggi dan mulia cita-cita yang diimpikan, tentu
akan semakin bangga orang tua dan guru yang mendengarnya.
Namun tidak dengan Agus Suryowidodo, yang bercita-cita ingin makan
di restoran padang. Sontak satu kelas tertawa terbahak-bahak meremehkan
cita-cita si Agus. Ibu guru pun kembali bertanya untuk memastikan supaya
Agus tidak keliru.
"Iya, benar kok! Cita-cita saya adalah ingin makan di restoran
padang!" Itulah yang diucapkan oleh Agus Suryowidodo dengan mantap saat
dikonfirmasi oleh ibu guru di sekolah.
Dibandingkan dengan
teman-teman dekatnya yang memiliki cita-cita setinggi langit, cita-cita
Agus memang terkesan remeh dan hanya setinggi tanah.
Coba
bandingkan dengan Sri yang ingin menjadi artis sinetron terkenal, Jono
yang bercita-cita menjadi tentara, dan Puji yang bercita-cita ingin
membahagiakan orang lain, tentu cita-cita Agus tidak sebanding.
Tentu bukan tidak beralasan bila Agus bercita-cita ingin bisa
menikmati hidangan yang tersaji di restoran padang. Ayah Agus bekerja di
pabrik tahu, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang sangat mahir
membuat tahu bacem.
"Tahu bacem buatan ibuku paling enak sekabupaten. Saking jagonya
bikin tahu bacem, setiap pagi aku sarapan tahu bacem, siang makan tahu
bacem. Saat makan malam, aku masih diberi tahu bacem juga," cerita Agus
yang rupanya bosan dengan menu makanan yang monoton.
Itulah yang tergambar pada film layar lebar pertama garapan Eugene Panji, yang berjudul "Cita-citaku Setinggi Tanah" (CCST).
Namun, Eugene tidak ingin mengetengahkan mimpi dan cita-cita sebagai pusat cerita dalam film ini.
Proses, itulah yang menjadi pusat cerita dalam film ini. Bagaimana
seorang Agus yang berasal dari keluarga sederhana di desa di kaki gunung
Merapi, Muntilan, Jawa Tengah, harus berjuang dan berusaha untuk
mengumpulkan uang agar bisa menikmati hidangan yang disajikan di
restoran padang.
Agus harus menahan keinginannya untuk jajan dan membeli mainan. Dia
juga mengorbankan waktu bermain dengan tiga sahabatnya; Sri, Jono, dan
Puji.
Waktu yang seharusnya digunakan oleh Agus untuk bermain,
dia habiskan sebagai pengantar tahu dan ayam, demi mendapatkan upah
sebesar Rp 3.500 rupiah.
Ide cerita CCST berawal dari kegelisahan Eugene Panji dan rekannya,
Marina Mayang Sari, yang melihat anak-anak lebih menyukai berkeliaran di
mal atau pusat perbelanjaan dan bermain dengan alat elektronik yang
dikenal dengan sebutan "tablet".
Eugene mendedikasikan film ini untuk anak-anak Indonesia, agar bisa
lebih menghargai dan memaknai arti mimpi yang sesungguhnya melalui
proses untuk mencapai mimpi tersebut.
"Anak-anak modern ini
seolah-olah lupa dengan esensi mereka akan mimpi, dan orang tuanya
mendukung apa yang anak-anak ini lakukan," kata Eugene pada jumpa pers
CCST di Jakarta, Selasa.
Adegan demi adegan dalam film ini tampak sederhana dan natural,
namun Eugene berhasil memberikan makna dalam setiap adegan, di mana arti
sebuah perjuangan itu sangat dijunjung tinggi sebagai pusat cerita.
Ada
satu adegan di mana Agus meminta bantuan Puji untuk menemaninya mencari
sebatang bambu untuk dijadikan celengan, demi menabung untuk membeli
makanan di restoran padang. Adegan ini memang tampak biasa saja, namun
Eugene tampaknya berhasil menyentuh penonton melalui makna perjuangan
yang tersirat.
"
Oalah Gus, bilang dong kalau mau bikin celengan. Kenapa ndak beli saja to," tanya Puji yang kebingungan dengan perilaku sahabatnya itu. Jawaban Agus sederhana namun sangat mengena.
"Lha piye to Ji (ya gimana sih Ji), kalau aku beli celengan nanti uangku habis. Lantas apa yang mau ditabung?"
"Aguuus..Agus. Cita-citamu itu rendah, tapi menyusahkan," ujar Puji kepada Agus.
Puji pun tampaknya mengerti betapa Agus harus berjuang dengan susah payah untuk menggapai cita-citanya yang setinggi tanah itu.
Sebagai
orang baru dalam perfilman Indonesia, Eugene yang lebih dikenal sebagai
sutradara video musik, ternyata memiliki misi khusus untuk film CCST.
Film
yang dibintangi oleh Nina Tamam, Agus Kuncoro, Iwuk Tamam, dan Donny
Alamsyah ini memiliki tujuan baik yaitu mendonasikan seluruh hasil
bersih dari penayangan film ini di bioskop, kepada Yayasan Kasih Anak
Kanker Indonesia (YKAKI).
"Komitmen berbagi ini diwujudkan dengan berbagi ilmu dengan
orang-orang yang berlum pernah terlibat dalam pembuatan film," kata
Eugene.
Benar saja, sebagian besar pemain dalam CCST dan seluruh
kru, kecuali juru kamera, adalah orang-orang yang baru dalam industri
perfilman.
"Melalui film ini, saya berkesempatan untuk berbagi nilai-nilai baik
yang yterkandung di dalam cerita kepada masyarakat luas, dan yang
terpenting lagi adalah berbagi hak 'hidup yang lebih baik' kepada semua
anak penderita kanker," imbuh Eugene.
0 komentar:
Posting Komentar